Sabtu, April 09, 2011

Hanya Sebuah Coretan Kisah, Mungkin Tanpa Makna


" Kau belum maaatiii! ", aku berteriak dalam hati.
Aku masih terus mengajaknay bicara meskipun ia tak merespon. Aku yakin ia pasti mendengarku, hny saja tak dapat menjawab. Entah tak dapat menjawab atau sengaja tak menjawab seolah-olah mati.
" Bangunlah! ", aku berteriak dgn keras.
" Aku akan lebih melukaimu jika kau tak mau bangun juga.", aku berkata dgn nada yg tinggi.
Yang diajak bicara masih diam tak bergeming.
" Katakan sesuatu padaku! Kau masih hidup. Jiwamu masih disini bersamaku, terlebih ragamu. Bicaralah padaku! "
Tetap tak ada jawaban darinya. Aku tertunduk lemas, duduk di hadapannya. Sesaat berlalu. Aku kembali mencoba mengajaknya bicara dgn suara yg lemah.
" Katakanlah sesuatu, aku mohon. Apa yg kau rasakan? "
Tak ada jawaban.
 Seseorang membuka pintu lalu berkata " Ia sudah mati. Raganya akan jauh darimu. Terlebih lagi jiwanya, sudah sangat jauh meninggalkanmu. "

Jumat, April 08, 2011

Sekedar Refleksi tentang Pembelajaran Matematika

Tulisan ini hanya sekedar refleksi dari apa yg sdg saya pelajari dan realita yg pernah saya alami.
             
 Saat duduk di bangku kuliah semester 4, saya memperoleh mata kuliah Workshop Pendidikan Matematika 1. Dalam mata kuliah ini, saya belajar mendesign dan membuat alat peraga sebagai media penunjang di dlm pembelajaran matematika. Ternyata, ada hal bertolak belakang dgn apa yg kini saya pelajari dgn apa yg pernah saya alami. Nampaknya mata kuliah ini memeberikan pencerahan kpd saya mengenai kegiatan pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika.

Objek dari matematika sendiri sebenarnya berupa fakta, konsep, prinsip, serta operasi yg bersifat abstrak atau dgn kata lain dpt kita sebut bahwa objek matematika adl makhluk halus yg tdk nampak. Untuk anak SD dan SMP yang perkembangan kognitifnya masih berada pada tahap operasional konkret, tentu saja mempelajari matematika yg sesungguhnya bersifat abstrak bukanlah hal yg mudah. Oleh karena itulah, diperlukan  jembatan yg menghubungkan metematika dgn pembelajarn matematika yaitu dgn memanfaatkan media (alat peraga) dlm pembelajaran matematika. Namun, berdasarkan apa yg pernah saya alami saat saya duduk di bangku sekolah dasar, pembelajaran matematika yg terjadi masih bersifat klasik. Tak ada media berupa alat peraga, pembelajaran hny berjln dgn menggunakan metode ceramah. Strategi yg digunakan adl strategi ekspositorik dimana peserta didik lgsg mendptkn pengetahuan dr pendidik atau dgn kt lain pendidik menstransfer lgsg pengetahuan kpd peserta didik.
               
Kini, hal ini tentu saja bertentangan dgn trend pembelajaran dunia. Trend dunia saat ini adalah pembelajaran dgn menggunakan strategi hiuristik dimana peserta didik diharuskan utk menggali pengetahuan sndiri. Guru hny sbg fasilitator semata. Dalam pembelajaran dgn strategi hiuristik ini, peserta didik harus bereksplorasi (menggali pengetahuan sndiri) dan  berelaborasi (melakukan kerja sama atau diskusi dgn teman). Setelah peserta didik melakukan 2 hal ini, mk perlu adanya konfirmasi dr pihak pendidik utk menguatkan pendapat yg plg benar dr peserta didik. Selain itu, untuk membangun pengetahuan matematika yg utuh, kuat dan tahan lama pendidik  perlu menggali pengetahuan prasyarat siswa melalui GQM (Good Question and Modelling) yaitu melalui pertanyaan2 yg bersifat good disertai penggunaan model (alat peraga).Hal ini jelas harus dilakukan oleh pendidik krn menurut Brunner pengetahuan peserta didik akn dibgn melalui 3 tahap yaitu : tahap enaktif (perlu adanya objek konkret, dlm hal ini tentu saja alat peraga), tahap ikonik (perlu adanya gambar, dlm hal ini pendidik dpt mengkorelasikan alat peraga yg digunakan  dgn menggambarkannya di papan tulis), serta yg terakhir adlalah tahap simbolik ( peserta didik dpt memahami tanpa adanya benda konkret dan gambar).
            
 Untuk bisa mengikuti trend pembelajaran dunia tersebut, sudah tentu tidak bisa sembarangan org menjadi pendidik. Pendidik merupakan jabatan profesional dan sebagai penyandang jabatan profesional harus dipersiapkan melalui program pendidikan yg relatif panjang dan dirancang berdasarkan standar kompetensi pendidik. Selanjutnya, kompetensi pendidik yg dimaksud adlh meliputi kompetensi pedagogik (kemampuan mengelola pembelajaran), kompetensi kepribadian (terkait dgn performs pribadi seorang pendidik), kompetensi profesional (kemampuan penguasaan materi pmbljrn scr luas dan mendlm), serta yg terakhir adlh kompetensi sosial (kemampuan berkomunikasi dan bergaul scr efektif).

Memang sgt disayangkn sekali krn di masa kini pun trend pembelajarn dunia ini bagi sebagian besar kalangan hny mrpkn topik perbincangan saja. Meskipun pemerintah sendiri telah mengamanahkan KTSP dimana pembelajarannya dikembangkan berbasis 7 hal yaitu : menggunakan paham konstruktivisme, inquiry (menemukan), questioning (bertanya), modelling (pemanfaatan media), learning community (msyrkt belajar) reflection (refleksi), serta assesmen autentik ( penilaian yg sebenarnya), namun pembelajaran yg berlangsung kebanyakan msh bersifta klasik, pendidik masih menerapkan metode yg jadul, khususnya untuk pembelajaran matematika. Saya merasakan dan mengalami hal ini sejak duduk di bangku sd, smp, dan sma. Tadinya saya berpikir bahwa pembelajaran yg saya alami seperti itu krn masa2 saya duduk di  sd, smp, dan sma adlh mrpkn masa yg sdh kadaluarsa. Namun tnyta pemikiran sy itu slh. Adik saya yg duduk di bangku smp dan tetangga saya yg msh duduk di bangku sd pun ternyata mengalami pembelajaran masih dgn metode klasik. Entah apa alasannya. Bisa jadi sang pendidik tidak punya bnyk waktu dan biaya untuk membuat berbagai macam alat peraga, menyusun good question, dll sehingga mungkin metode klasiklah pilihan tepat yg dipilih. Padahal matematika adlh pelajaran yg sulit dan seharusnya untuk membuat sesuatu yg sulit itu menjadi disukai diperlukan kekreatifan dari pendidik melalui konstruksi dan design alat peraga sehingga pembelajaran matematika diharapkan  akan berlangsung menyenangkan,  penuh kebermaknaan, serta dapat  meminimalisirkan kesalahan konsep.
       
Ayo, untuk teman-teman calon pendidik profesional tuntutlah ilmu dgn baik dan penuh keseriusan, kemudian aplikasikanlah scr global apa yg telah kalian pelajari. Jgn sampai mengajarkan konsep2 yg salah. Nantinya bukan pahala yg diperoleh, namun dosa krn melakukan pembodohan dan pembohongan kpd peserta didik. Ingat kt2 dosen kita : "Janganlah membenarkan yg biasa, tp haruslah membiasakan yg benar. "
      

Jumat, April 01, 2011

HUTAN KOTA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN

1. Pengertian Hutan Kota
Para ahli yang tergabung dalam Society of American Foresters (dalam Priyono, 2007) mendefinisikan hutan kota (urban forest) sebagai berikut:
“Sebidang lahan sekurang – kurangnya seluas 0.4 ha untuk vegetasi pepohonan dengan kerapatan minimal 10 persen (jarak antar pohon terjauh 10 meter) dalam suatu komunitas yang utuh, di dalamnya terdiri dari flora dan fauna dan unsur – unsur biotik lainnya, dengan lokasi yang terjangkau dari permukiman penduduk kota.”
Jadi, hutan kota merupakan sebuah sistem. Odum (dalam Irwan, 2005: 21) menyebutkan bahwa “jaringan dari komponen – komponen dan proses yang terjadi pada lingkungan merupakan sebuah ekosistem.” Sistem lingkungan hidup ini biasanya meliputi hutan, danau, lautan, lokasi pertanian, perkotaan, regional, desa dan biosfer.
Ekosistem hutan kota tumbuh secara ekologis sesuai dengan lingkungan perkotaan, tetapi fungsinya meniru hutan alami. Hutan kota haruslah mampu mencapai kondisi optimum seperti hutan yang terbentuk dari peristiwa alam. Jadi, jika hanya terdiri dari kumpulan pohon yang berjejer atau tanaman yang ada di dalam pot, tidak dapat dikatakan sebagai hutan kota.
Hutan kota harus berinteraksi langsung dengan lingkungannya (tanah dan air). Tumbuhan yang ada di dalamnya membentuk suatu asosiasi yang saling berinteraksi langsung dalam mencapai suatu keseimbangan. Menurut Fakuara et. al. (dalam Irwan, 2005: 59), hutan kota merupakan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai tempat tumbuhnya berbagai macam vegetasi berkayu di kawasan perkotaan, dan dapat memberi manfaat kepada lingkungan dan penduduk kota dalam proteksi, estetika, rekreasi, dan sebagainya.
2.
Bentuk tergantung kepada bentuk lahan yang tersedia untuk hutan kota. Bentuk hutan kota dapat dibagi menjadi:
a. Berbentuk bergerombol atau menumpuk adalah hutan kota dengan komunitas tumbuh-tumbuhannya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah tumbuh-tumbuhannya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan.
b. Berbentuk menyebar yaitu hutan kota yang tidak mempunyai pola tertentu, dengan komunitas tumbuh-tumbuhannya tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil.
c. Berbentuk jalur yaitu komunitas tumbuh-tumbuhannya tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lainnya.
            Struktur hutan kota adalah komposisi dari tumbuh-tumbuhan, jumlah dan keanekaragaman dari komunitas tumbuh-tumbuhan yang menyusun hutan kota, dapat dibagi menjadi:
 a. berstrata dua yaitu komunitas tumbuh-tumbuhan hutan kota hanya terdiri dari pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya.
 b. berstrata banyak yaitu komunitas tumbuh-tumbuhan hutan kota selain terdiri dari pepohonan dan rumput juga terdapat semak, terna, liana, epifit, ditumbuhi banyak anakan dan penutup tanah, jarak tanam rapat tidak beraturan, dengan strata dan komposisi mengarah meniru komunitas tumbuh-tumbuhan hutan alam.


2.3 Fungsi Hutan Kota
Fungsi hutan kota sangat tergantung kepada bentuk dan struktur hutan kota serta tujuan perancangannya. Secara garis besar fungsi hutan kota yang sangat banyak itu dapat dikelompokkan menjadi:
1.    Fungsi lansekap. Fungsi lansekap meliputi fungsi fisik dan fungsi sosial.
a. Fungsi fisik, yaitu berfungsi antara lain untuk perlindungan terhadap angin, sinar matahari, pemandangan yang kurang bagus dan terhadap bau, sebagai pemersatu, penegas, pengenal, pelembut, dan pembingkai.
 b. Fungsi sosial. Penataan tumbuh-tumbuhan dalam hutan kota dengan baik akan memberikan tempat interaksi sosial yang sangat menyenangkan. Hutan kota dengan aneka ragam tumbuh-tumbuhan mengandung nilai-nilai ilmiah sehingga hutan kota dapat sebagai laboratorium hidup untuk sarana pendidikan dan penelitian. Fungsi kesehatan misalnya untuk terapi mata dan mental serta fungsi rekreasi, olah raga, dan tempat interaksi sosial lainnya. Fungsi sosial politik ekonomi misalnya untuk persahabatan antar negara. Hutan kota dapat memberikan hasil tambahan secara ekonomi untuk kesejahteraan penduduk seperti buah-buahan, kayu, obat-obatan sebagai warung hidup dan apotik hidup.


2. Fungsi Pelestarian Lingkungan (ekologi).
Dalam pengembangan dan pengendalian kualitas lingkungan fungsi lingkungan diutamakan tanpa mengesampingkan fungsi-fungsi lainnya. Fungsi lingkungan ini antara lain adalah:
a. Menyegarkan udara atau sebagai "paru-paru kota". Fungsi menyegarkan udara dengan mengambil CO2 dalam proses fotosintesis dan menghasilkan O2 yang sangat diperlukan bagi makhluk hidup untuk pernafasan. CO2 diambil dari udara, sedangkan air diambil dari dalam tanah melalui akar tanaman.

sinarmatahari + 6 CO2 + 6 H2O ----------------> C6H12O6 + 6 O2 khlorofil enzim

b. Menurunkan Suhu Kota dan meningkatkan kelembaban. Suhu disekitar tanaman menjadi lebih sejuk. Uap air di atmosfir bertindak sebagai pengatur panas (suhu udara) karena sifatnya dapat menyerap energi radiasi matahari gelombang pendek maupun gelombang panjang. Hutan kota mempunyai pengaruh besar pada daerah-daerah yang suhunya tinggi, dan sangat bermanfaat khususnya untuk daerah tropis.

c. Sebagai Ruang Hidup Satwa. Tumbuh-tumbuhan selain sebagai produsen pertama dalam ekosistem juga dapat menciptakan ruang hidup (habitat) bagi makhluk hidup lainnya, sebagai burung, kupu-kupu, serangga. Burung sebagai komponen ekosistem mempunyai peranan penting, diantaranya untuk mengontrol populasi serangga, membantu penyerbukan bunga dan pemencaran biji. Hampir pada setiap bentuk kehidupan terkait erat dengan burung, sehingga burung mudah dijumpai. Dengan kondisi tersebut diduga burung dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan, karena apabila terjadi pencemaran lingkungan, burung merupakan komponen alam terdekat yang terkena pencemaran. Burung berperanan dalam rekreasi alam, adanya taman burung selalu dikunjungi orang, untuk menikmati bunyi, kecantikan ataupun kecakapan burung. Malahan sekarang hampir di setiap rumah orang memelihara burung. Burung mempunyai nilai pendidikan dan penelitian. Keindahan burung dari segala yang dimilikinya akan memberikan suatu kenikmatan tersendiri. Kebiasaan burung-burung beranekaragam, ada burung yang mempunyai kebiasaan berada mulai dari tajuk sampai kebawah tajuk. Ini menunjukkan bahwa bila hutan kota mempunyai komposisi banyak jenis, berlapis-lapis dan berstrata akan memikat banyak burung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa burung lebih banyak dijumpai baik jenis maupun jumlahnya pada hutan kota yang ditanami dengan tanaman produktif (berbunga, berbuah dan berbiji) pada struktur hutan kota yang berstrata banyak. Kehadiran burung pada hutan kota yang berstara banyak selain karena jumlah tumbuh-tumbuhan yang beranekaragam, juga pohonnya adalah jenis buah-buahan (tanaman produktif). Tanaman produktif dalam hal ini adalah tanaman yang menghasilkan bunga, buah, biji aroma, sehingga memberikan kesempatan lebih besar kepada burung (herbivor) yang menyukainya untuk datang, mencari makan, bercengkrama atau bersarang.
d. Penyanggah dan Perlindungan Permu-kaan Tanah dari Erosi, sebagai penyanggah dan melindungi permukaan tanah dari air hujan dan angin. Sehubungan dengan itu hutan kota dapat membantu penyediaan air tanah dan pencegahan erosi.
e. Pengendalian dan Mengurangi Polusi Udara dan Limbah, sebagai pengendalian dan atau mengurangi polusi udara dan limbah, serta menyaring debu. Debu atau partikulat terdiri dari beberapa komponen zat pencemar. Dalam sebutir debu terdapat unsur-unsur seperti garam sulfat, sulfuroksida, timah hitam, asbestos, oksida besi,silika, jelaga dan unsur kimia lainnya. Berbagai hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa tumbuh-tumbuhan dapat mengakumulasi berbagai jenis polutan (pencemar). Seperti pohon johar, asam landi, angsana dan mahoni dapat mengakumulasi Pb (timah hitam) yaitu hasil pencemaran oleh kendaraan bermotor, pada daun dan kulit batang.
f. Peredaman Kebisingan. Kebisingan adalah suara yang berlebihan, tidak diinginkan dan sering disebut "polusi tak terlihat" yang menyebabkan efek fisik dan psikologis. Efek fisik berhubungan dengan transmisi gelombang suara melalui udara, efek psikologis berhubungan dengan respon manusia terhadap suara.
g. Tempat Pelesterian Plasma nutfah dan bioindikator, yaitu sebagai tempat pelestarian plasma nutfah dan bioindikator dari timbulnya masalah lingkungan seperti. Karena tumbuhan tertentu akan memberikan reaksi tertentu akan perubahan lingkungan yang terjadi disekitarnya. Plasma nutfah sangat diperlukan dan mempunyai nilai yang sangat tinggi dan diperlukan untuk kehidupan.
 h. Menyuburkan Tanah. Sisa-sisa tumbuhan akan dibusukkan oleh mikroorganisma dan akhirnya terurai menjadi humus atau materi yang merupakan sumber hara mineral bagi tumbuhan itu kembali.

3. Fungsi Estetika.
Tumbuh-tumbuhan dapat memberikan keindahan dari garis, bentuk, warna, dan tekstur yang ada dari tajuk, daun, batang, cabang, kulit batang, akar, bunga, buah maupun aroma. Hasil penelitian saya menunjukkan bahwa penilaian hutan kota yang berstrata banyak mempunyai nilai estetika lebih tinggi, daripada hutan kota berstrata dua.

2.4 Kendala Pembangunan Hutan Kota
Seiring dengan adanya peningkatan ilmu pengetahuan, teknologi dan pesatnya berbagai pembangunan di perkotaan, maka bermunculan pula fenomena tentang penurunan kualitas lingkungan hidup di kota – kota besar. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain karena suhu udara yang semakin meningkat, cadangan air tanah yang semakin menipis, berkurangnya kawasan bervegetasi, serta rusak dan punahnya berbagai habitat yang diikuti oleh penurunan keanekaragaman flora fauna. Kemudian, masih ditambah pula dengan semakin berkembangnya daerah industri dan meningkatnya penggunaan sarana transportasi darat, yang memungkinkan timbulnya berbagai macam polusi atau pencemaran.
Selain disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol, kerusakan lingkungan juga tidak dapat terlepas dari campur tangan manusia yang belum mampu meningkatkan kualitasnya di dalam mengelola sumber daya secara optimal. Hal ini terlihat dari adanya perlombaan di dalam mengubah fungsi hutan kota atau jalur hijau menjadi gedung – gedung pencakar langit, bangunan sekolah, kantor, pom bensin, dan lain sebagainya. Padahal, hutan kota merupakan unsur RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang secara ekologis melindungi kota dari masalah lingkungan.
Ada beberapa kendala dalam pembangunan hutan kota. Menurut Irwan (2005: 16), kendala – kendala tersebut meliputi:
1.      lahan untuk hutan kota semakin berkurang,
2.      semakin mahalnya lahan di kota,
3.      adanya perebutan kepentingan dalam penggunaan lahan di kota,
4.      persepsi tentang hutan kota belum berkembang, sementara masyarakat masih ada yang menganggap bahwa pembangunan hutan kota tidak menguntungkan.

2.5 Solusi Untuk Mengatasi Kendala Pembangunan Hutan Kota
Memang untuk memulai suatu kegiatan seringkali terhadang kendala dan hambatan. Yang paling utama adalah perilaku dari warga itu sendiri. Pertama, bagaimana menyadarkan masyarakat akan arti penting hutan kota disaat masyarakat masih “gemar” untuk membakar lahan. Proyek ini butuh waktu lama untuk menjadi nyata. Untuk mendapatkan pohon, butuh waktu puluhan tahun. Jika terkena percikan api sekecil apapun, maka musnalah vegetasi diatasnya. Koordinasi dan kerja keras seluruh elemen perlu sinergi yang optimal. Bukan saja pemerintah, tetapi seluruh komponen perlu pemahaman yang sama. Saling mencegah, saling mengatasi jika ada persoalan. Sehingga aksi bakar-bakaran ini tidak terus terulang sepanjang waktu. Kedua,berkaitan dengan perilaku. Kita sering bersemangat untuk memulai sesuatu yang baru. Namun agak kendor setelah itu. Banyak kegiatan penghijauan sukses pada saat seremoninya saja, setelah itu akan redup bersama tanamannya. Kita lupa untuk menjaga dan merawatnya. Sementara masih banyak ternak yang berkeliaran bebas. Tanaman ini menjadi santapan baru untuknya. Maka sia-sialah upaya ini. Hal ini perlu ada komitmen untuk menjamin pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang ditanamnya.
             Membangun hutan kota tidaklah semudah membuat kue serabi. Namun juga tidaklah sulit seperti memproduksi pesawat terbang, bila aparat pemerintah dan segenap komponen bekerja bersama-sama.  Kita mulai dengan diri kita untuk menanam pohon di lingkungan sekitar kita. Menjadi catatan bahwa, daya tarik wisata suatu daerah bukan hanya ditentukan oleh indahnya panorama alam, biruhnya laut, atau sejuknya hawa pegunungan, tetapi juga oleh hijau dan asrinya daerah itu.

2.3 Fungsi Hutan Kota
Fungsi hutan kota sangat tergantung kepada bentuk dan struktur hutan kota serta tujuan perancangannya. Secara garis besar fungsi hutan kota yang sangat banyak itu dapat dikelompokkan menjadi:
1.    Fungsi lansekap. Fungsi lansekap meliputi fungsi fisik dan fungsi sosial.
a. Fungsi fisik, yaitu berfungsi antara lain untuk perlindungan terhadap angin, sinar matahari, pemandangan yang kurang bagus dan terhadap bau, sebagai pemersatu, penegas, pengenal, pelembut, dan pembingkai.
 b. Fungsi sosial. Penataan tumbuh-tumbuhan dalam hutan kota dengan baik akan memberikan tempat interaksi sosial yang sangat menyenangkan. Hutan kota dengan aneka ragam tumbuh-tumbuhan mengandung nilai-nilai ilmiah sehingga hutan kota dapat sebagai laboratorium hidup untuk sarana pendidikan dan penelitian. Fungsi kesehatan misalnya untuk terapi mata dan mental serta fungsi rekreasi, olah raga, dan tempat interaksi sosial lainnya. Fungsi sosial politik ekonomi misalnya untuk persahabatan antar negara. Hutan kota dapat memberikan hasil tambahan secara ekonomi untuk kesejahteraan penduduk seperti buah-buahan, kayu, obat-obatan sebagai warung hidup dan apotik hidup.


2. Fungsi Pelestarian Lingkungan (ekologi).
Dalam pengembangan dan pengendalian kualitas lingkungan fungsi lingkungan diutamakan tanpa mengesampingkan fungsi-fungsi lainnya. Fungsi lingkungan ini antara lain adalah:
a. Menyegarkan udara atau sebagai "paru-paru kota". Fungsi menyegarkan udara dengan mengambil CO2 dalam proses fotosintesis dan menghasilkan O2 yang sangat diperlukan bagi makhluk hidup untuk pernafasan. CO2 diambil dari udara, sedangkan air diambil dari dalam tanah melalui akar tanaman.

sinarmatahari + 6 CO2 + 6 H2O ----------------> C6H12O6 + 6 O2 khlorofil enzim

b. Menurunkan Suhu Kota dan meningkatkan kelembaban. Suhu disekitar tanaman menjadi lebih sejuk. Uap air di atmosfir bertindak sebagai pengatur panas (suhu udara) karena sifatnya dapat menyerap energi radiasi matahari gelombang pendek maupun gelombang panjang. Hutan kota mempunyai pengaruh besar pada daerah-daerah yang suhunya tinggi, dan sangat bermanfaat khususnya untuk daerah tropis.

c. Sebagai Ruang Hidup Satwa. Tumbuh-tumbuhan selain sebagai produsen pertama dalam ekosistem juga dapat menciptakan ruang hidup (habitat) bagi makhluk hidup lainnya, sebagai burung, kupu-kupu, serangga. Burung sebagai komponen ekosistem mempunyai peranan penting, diantaranya untuk mengontrol populasi serangga, membantu penyerbukan bunga dan pemencaran biji. Hampir pada setiap bentuk kehidupan terkait erat dengan burung, sehingga burung mudah dijumpai. Dengan kondisi tersebut diduga burung dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan, karena apabila terjadi pencemaran lingkungan, burung merupakan komponen alam terdekat yang terkena pencemaran. Burung berperanan dalam rekreasi alam, adanya taman burung selalu dikunjungi orang, untuk menikmati bunyi, kecantikan ataupun kecakapan burung. Malahan sekarang hampir di setiap rumah orang memelihara burung. Burung mempunyai nilai pendidikan dan penelitian. Keindahan burung dari segala yang dimilikinya akan memberikan suatu kenikmatan tersendiri. Kebiasaan burung-burung beranekaragam, ada burung yang mempunyai kebiasaan berada mulai dari tajuk sampai kebawah tajuk. Ini menunjukkan bahwa bila hutan kota mempunyai komposisi banyak jenis, berlapis-lapis dan berstrata akan memikat banyak burung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa burung lebih banyak dijumpai baik jenis maupun jumlahnya pada hutan kota yang ditanami dengan tanaman produktif (berbunga, berbuah dan berbiji) pada struktur hutan kota yang berstrata banyak. Kehadiran burung pada hutan kota yang berstara banyak selain karena jumlah tumbuh-tumbuhan yang beranekaragam, juga pohonnya adalah jenis buah-buahan (tanaman produktif). Tanaman produktif dalam hal ini adalah tanaman yang menghasilkan bunga, buah, biji aroma, sehingga memberikan kesempatan lebih besar kepada burung (herbivor) yang menyukainya untuk datang, mencari makan, bercengkrama atau bersarang.
d. Penyanggah dan Perlindungan Permu-kaan Tanah dari Erosi, sebagai penyanggah dan melindungi permukaan tanah dari air hujan dan angin. Sehubungan dengan itu hutan kota dapat membantu penyediaan air tanah dan pencegahan erosi.
e. Pengendalian dan Mengurangi Polusi Udara dan Limbah, sebagai pengendalian dan atau mengurangi polusi udara dan limbah, serta menyaring debu. Debu atau partikulat terdiri dari beberapa komponen zat pencemar. Dalam sebutir debu terdapat unsur-unsur seperti garam sulfat, sulfuroksida, timah hitam, asbestos, oksida besi,silika, jelaga dan unsur kimia lainnya. Berbagai hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa tumbuh-tumbuhan dapat mengakumulasi berbagai jenis polutan (pencemar). Seperti pohon johar, asam landi, angsana dan mahoni dapat mengakumulasi Pb (timah hitam) yaitu hasil pencemaran oleh kendaraan bermotor, pada daun dan kulit batang.
f. Peredaman Kebisingan. Kebisingan adalah suara yang berlebihan, tidak diinginkan dan sering disebut "polusi tak terlihat" yang menyebabkan efek fisik dan psikologis. Efek fisik berhubungan dengan transmisi gelombang suara melalui udara, efek psikologis berhubungan dengan respon manusia terhadap suara.
g. Tempat Pelesterian Plasma nutfah dan bioindikator, yaitu sebagai tempat pelestarian plasma nutfah dan bioindikator dari timbulnya masalah lingkungan seperti. Karena tumbuhan tertentu akan memberikan reaksi tertentu akan perubahan lingkungan yang terjadi disekitarnya. Plasma nutfah sangat diperlukan dan mempunyai nilai yang sangat tinggi dan diperlukan untuk kehidupan.
 h. Menyuburkan Tanah. Sisa-sisa tumbuhan akan dibusukkan oleh mikroorganisma dan akhirnya terurai menjadi humus atau materi yang merupakan sumber hara mineral bagi tumbuhan itu kembali.

3. Fungsi Estetika.
Tumbuh-tumbuhan dapat memberikan keindahan dari garis, bentuk, warna, dan tekstur yang ada dari tajuk, daun, batang, cabang, kulit batang, akar, bunga, buah maupun aroma. Hasil penelitian saya menunjukkan bahwa penilaian hutan kota yang berstrata banyak mempunyai nilai estetika lebih tinggi, daripada hutan kota berstrata dua.

2.4 Kendala Pembangunan Hutan Kota
Seiring dengan adanya peningkatan ilmu pengetahuan, teknologi dan pesatnya berbagai pembangunan di perkotaan, maka bermunculan pula fenomena tentang penurunan kualitas lingkungan hidup di kota – kota besar. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain karena suhu udara yang semakin meningkat, cadangan air tanah yang semakin menipis, berkurangnya kawasan bervegetasi, serta rusak dan punahnya berbagai habitat yang diikuti oleh penurunan keanekaragaman flora fauna. Kemudian, masih ditambah pula dengan semakin berkembangnya daerah industri dan meningkatnya penggunaan sarana transportasi darat, yang memungkinkan timbulnya berbagai macam polusi atau pencemaran.
Selain disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol, kerusakan lingkungan juga tidak dapat terlepas dari campur tangan manusia yang belum mampu meningkatkan kualitasnya di dalam mengelola sumber daya secara optimal. Hal ini terlihat dari adanya perlombaan di dalam mengubah fungsi hutan kota atau jalur hijau menjadi gedung – gedung pencakar langit, bangunan sekolah, kantor, pom bensin, dan lain sebagainya. Padahal, hutan kota merupakan unsur RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang secara ekologis melindungi kota dari masalah lingkungan.
Ada beberapa kendala dalam pembangunan hutan kota. Menurut Irwan (2005: 16), kendala – kendala tersebut meliputi:
1.      lahan untuk hutan kota semakin berkurang,
2.      semakin mahalnya lahan di kota,
3.      adanya perebutan kepentingan dalam penggunaan lahan di kota,
4.      persepsi tentang hutan kota belum berkembang, sementara masyarakat masih ada yang menganggap bahwa pembangunan hutan kota tidak menguntungkan.

2.5 Solusi Untuk Mengatasi Kendala Pembangunan Hutan Kota
Memang untuk memulai suatu kegiatan seringkali terhadang kendala dan hambatan. Yang paling utama adalah perilaku dari warga itu sendiri. Pertama, bagaimana menyadarkan masyarakat akan arti penting hutan kota disaat masyarakat masih “gemar” untuk membakar lahan. Proyek ini butuh waktu lama untuk menjadi nyata. Untuk mendapatkan pohon, butuh waktu puluhan tahun. Jika terkena percikan api sekecil apapun, maka musnalah vegetasi diatasnya. Koordinasi dan kerja keras seluruh elemen perlu sinergi yang optimal. Bukan saja pemerintah, tetapi seluruh komponen perlu pemahaman yang sama. Saling mencegah, saling mengatasi jika ada persoalan. Sehingga aksi bakar-bakaran ini tidak terus terulang sepanjang waktu. Kedua,berkaitan dengan perilaku. Kita sering bersemangat untuk memulai sesuatu yang baru. Namun agak kendor setelah itu. Banyak kegiatan penghijauan sukses pada saat seremoninya saja, setelah itu akan redup bersama tanamannya. Kita lupa untuk menjaga dan merawatnya. Sementara masih banyak ternak yang berkeliaran bebas. Tanaman ini menjadi santapan baru untuknya. Maka sia-sialah upaya ini. Hal ini perlu ada komitmen untuk menjamin pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang ditanamnya.
             Membangun hutan kota tidaklah semudah membuat kue serabi. Namun juga tidaklah sulit seperti memproduksi pesawat terbang, bila aparat pemerintah dan segenap komponen bekerja bersama-sama.  Kita mulai dengan diri kita untuk menanam pohon di lingkungan sekitar kita. Menjadi catatan bahwa, daya tarik wisata suatu daerah bukan hanya ditentukan oleh indahnya panorama alam, biruhnya laut, atau sejuknya hawa pegunungan, tetapi juga oleh hijau dan asrinya daerah itu.


The Vote