" Kau belum maaatiii! ", aku berteriak dalam hati.
Aku masih terus mengajaknay bicara meskipun ia tak merespon. Aku yakin ia pasti mendengarku, hny saja tak dapat menjawab. Entah tak dapat menjawab atau sengaja tak menjawab seolah-olah mati.
" Bangunlah! ", aku berteriak dgn keras.
" Aku akan lebih melukaimu jika kau tak mau bangun juga.", aku berkata dgn nada yg tinggi.
Yang diajak bicara masih diam tak bergeming.
" Katakan sesuatu padaku! Kau masih hidup. Jiwamu masih disini bersamaku, terlebih ragamu. Bicaralah padaku! "
Tetap tak ada jawaban darinya. Aku tertunduk lemas, duduk di hadapannya. Sesaat berlalu. Aku kembali mencoba mengajaknya bicara dgn suara yg lemah.
" Katakanlah sesuatu, aku mohon. Apa yg kau rasakan? "
Tak ada jawaban.
Seseorang membuka pintu lalu berkata " Ia sudah mati. Raganya akan jauh darimu. Terlebih lagi jiwanya, sudah sangat jauh meninggalkanmu. "
Mari saling berbagi, saling bertukar informasi melalui tulisan di blog. Semoga bermanfaat.
My friends
My Clock
My Calendar
Buku Tamu
Counter
Mengenai Saya
- Eria Mega
- mahasiswi prodi pendidikan metematika, FMIPA, Universitas Negeri Semarang
Pengikut
Tulisan ini hanya sekedar refleksi dari apa yg sdg saya pelajari dan realita yg pernah saya alami.
Saat duduk di bangku kuliah semester 4, saya memperoleh mata kuliah Workshop Pendidikan Matematika 1. Dalam mata kuliah ini, saya belajar mendesign dan membuat alat peraga sebagai media penunjang di dlm pembelajaran matematika. Ternyata, ada hal bertolak belakang dgn apa yg kini saya pelajari dgn apa yg pernah saya alami. Nampaknya mata kuliah ini memeberikan pencerahan kpd saya mengenai kegiatan pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika.
Objek dari matematika sendiri sebenarnya berupa fakta, konsep, prinsip, serta operasi yg bersifat abstrak atau dgn kata lain dpt kita sebut bahwa objek matematika adl makhluk halus yg tdk nampak. Untuk anak SD dan SMP yang perkembangan kognitifnya masih berada pada tahap operasional konkret, tentu saja mempelajari matematika yg sesungguhnya bersifat abstrak bukanlah hal yg mudah. Oleh karena itulah, diperlukan jembatan yg menghubungkan metematika dgn pembelajarn matematika yaitu dgn memanfaatkan media (alat peraga) dlm pembelajaran matematika. Namun, berdasarkan apa yg pernah saya alami saat saya duduk di bangku sekolah dasar, pembelajaran matematika yg terjadi masih bersifat klasik. Tak ada media berupa alat peraga, pembelajaran hny berjln dgn menggunakan metode ceramah. Strategi yg digunakan adl strategi ekspositorik dimana peserta didik lgsg mendptkn pengetahuan dr pendidik atau dgn kt lain pendidik menstransfer lgsg pengetahuan kpd peserta didik.
Kini, hal ini tentu saja bertentangan dgn trend pembelajaran dunia. Trend dunia saat ini adalah pembelajaran dgn menggunakan strategi hiuristik dimana peserta didik diharuskan utk menggali pengetahuan sndiri. Guru hny sbg fasilitator semata. Dalam pembelajaran dgn strategi hiuristik ini, peserta didik harus bereksplorasi (menggali pengetahuan sndiri) dan berelaborasi (melakukan kerja sama atau diskusi dgn teman). Setelah peserta didik melakukan 2 hal ini, mk perlu adanya konfirmasi dr pihak pendidik utk menguatkan pendapat yg plg benar dr peserta didik. Selain itu, untuk membangun pengetahuan matematika yg utuh, kuat dan tahan lama pendidik perlu menggali pengetahuan prasyarat siswa melalui GQM (Good Question and Modelling) yaitu melalui pertanyaan2 yg bersifat good disertai penggunaan model (alat peraga).Hal ini jelas harus dilakukan oleh pendidik krn menurut Brunner pengetahuan peserta didik akn dibgn melalui 3 tahap yaitu : tahap enaktif (perlu adanya objek konkret, dlm hal ini tentu saja alat peraga), tahap ikonik (perlu adanya gambar, dlm hal ini pendidik dpt mengkorelasikan alat peraga yg digunakan dgn menggambarkannya di papan tulis), serta yg terakhir adlalah tahap simbolik ( peserta didik dpt memahami tanpa adanya benda konkret dan gambar).
Untuk bisa mengikuti trend pembelajaran dunia tersebut, sudah tentu tidak bisa sembarangan org menjadi pendidik. Pendidik merupakan jabatan profesional dan sebagai penyandang jabatan profesional harus dipersiapkan melalui program pendidikan yg relatif panjang dan dirancang berdasarkan standar kompetensi pendidik. Selanjutnya, kompetensi pendidik yg dimaksud adlh meliputi kompetensi pedagogik (kemampuan mengelola pembelajaran), kompetensi kepribadian (terkait dgn performs pribadi seorang pendidik), kompetensi profesional (kemampuan penguasaan materi pmbljrn scr luas dan mendlm), serta yg terakhir adlh kompetensi sosial (kemampuan berkomunikasi dan bergaul scr efektif).
Memang sgt disayangkn sekali krn di masa kini pun trend pembelajarn dunia ini bagi sebagian besar kalangan hny mrpkn topik perbincangan saja. Meskipun pemerintah sendiri telah mengamanahkan KTSP dimana pembelajarannya dikembangkan berbasis 7 hal yaitu : menggunakan paham konstruktivisme, inquiry (menemukan), questioning (bertanya), modelling (pemanfaatan media), learning community (msyrkt belajar) reflection (refleksi), serta assesmen autentik ( penilaian yg sebenarnya), namun pembelajaran yg berlangsung kebanyakan msh bersifta klasik, pendidik masih menerapkan metode yg jadul, khususnya untuk pembelajaran matematika. Saya merasakan dan mengalami hal ini sejak duduk di bangku sd, smp, dan sma. Tadinya saya berpikir bahwa pembelajaran yg saya alami seperti itu krn masa2 saya duduk di sd, smp, dan sma adlh mrpkn masa yg sdh kadaluarsa. Namun tnyta pemikiran sy itu slh. Adik saya yg duduk di bangku smp dan tetangga saya yg msh duduk di bangku sd pun ternyata mengalami pembelajaran masih dgn metode klasik. Entah apa alasannya. Bisa jadi sang pendidik tidak punya bnyk waktu dan biaya untuk membuat berbagai macam alat peraga, menyusun good question, dll sehingga mungkin metode klasiklah pilihan tepat yg dipilih. Padahal matematika adlh pelajaran yg sulit dan seharusnya untuk membuat sesuatu yg sulit itu menjadi disukai diperlukan kekreatifan dari pendidik melalui konstruksi dan design alat peraga sehingga pembelajaran matematika diharapkan akan berlangsung menyenangkan, penuh kebermaknaan, serta dapat meminimalisirkan kesalahan konsep.
Ayo, untuk teman-teman calon pendidik profesional tuntutlah ilmu dgn baik dan penuh keseriusan, kemudian aplikasikanlah scr global apa yg telah kalian pelajari. Jgn sampai mengajarkan konsep2 yg salah. Nantinya bukan pahala yg diperoleh, namun dosa krn melakukan pembodohan dan pembohongan kpd peserta didik. Ingat kt2 dosen kita : "Janganlah membenarkan yg biasa, tp haruslah membiasakan yg benar. "
1. Pengertian Hutan Kota2.
Para ahli yang tergabung dalam Society of American Foresters (dalam Priyono, 2007) mendefinisikan hutan kota (urban forest) sebagai berikut:“Sebidang lahan sekurang – kurangnya seluas 0.4 ha untuk vegetasi pepohonan dengan kerapatan minimal 10 persen (jarak antar pohon terjauh 10 meter) dalam suatu komunitas yang utuh, di dalamnya terdiri dari flora dan fauna dan unsur – unsur biotik lainnya, dengan lokasi yang terjangkau dari permukiman penduduk kota.”Jadi, hutan kota merupakan sebuah sistem. Odum (dalam Irwan, 2005: 21) menyebutkan bahwa “jaringan dari komponen – komponen dan proses yang terjadi pada lingkungan merupakan sebuah ekosistem.” Sistem lingkungan hidup ini biasanya meliputi hutan, danau, lautan, lokasi pertanian, perkotaan, regional, desa dan biosfer.Ekosistem hutan kota tumbuh secara ekologis sesuai dengan lingkungan perkotaan, tetapi fungsinya meniru hutan alami. Hutan kota haruslah mampu mencapai kondisi optimum seperti hutan yang terbentuk dari peristiwa alam. Jadi, jika hanya terdiri dari kumpulan pohon yang berjejer atau tanaman yang ada di dalam pot, tidak dapat dikatakan sebagai hutan kota.Hutan kota harus berinteraksi langsung dengan lingkungannya (tanah dan air). Tumbuhan yang ada di dalamnya membentuk suatu asosiasi yang saling berinteraksi langsung dalam mencapai suatu keseimbangan. Menurut Fakuara et. al. (dalam Irwan, 2005: 59), hutan kota merupakan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai tempat tumbuhnya berbagai macam vegetasi berkayu di kawasan perkotaan, dan dapat memberi manfaat kepada lingkungan dan penduduk kota dalam proteksi, estetika, rekreasi, dan sebagainya.
2. Fungsi Pelestarian Lingkungan (ekologi).
sinarmatahari + 6 CO2 + 6 H2O ----------------> C6H12O6 + 6 O2 khlorofil enzim
b. Menurunkan Suhu Kota dan meningkatkan kelembaban. Suhu disekitar tanaman menjadi lebih sejuk. Uap air di atmosfir bertindak sebagai pengatur panas (suhu udara) karena sifatnya dapat menyerap energi radiasi matahari gelombang pendek maupun gelombang panjang. Hutan kota mempunyai pengaruh besar pada daerah-daerah yang suhunya tinggi, dan sangat bermanfaat khususnya untuk daerah tropis.
c. Sebagai Ruang Hidup Satwa. Tumbuh-tumbuhan selain sebagai produsen pertama dalam ekosistem juga dapat menciptakan ruang hidup (habitat) bagi makhluk hidup lainnya, sebagai burung, kupu-kupu, serangga. Burung sebagai komponen ekosistem mempunyai peranan penting, diantaranya untuk mengontrol populasi serangga, membantu penyerbukan bunga dan pemencaran biji. Hampir pada setiap bentuk kehidupan terkait erat dengan burung, sehingga burung mudah dijumpai. Dengan kondisi tersebut diduga burung dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan, karena apabila terjadi pencemaran lingkungan, burung merupakan komponen alam terdekat yang terkena pencemaran. Burung berperanan dalam rekreasi alam, adanya taman burung selalu dikunjungi orang, untuk menikmati bunyi, kecantikan ataupun kecakapan burung. Malahan sekarang hampir di setiap rumah orang memelihara burung. Burung mempunyai nilai pendidikan dan penelitian. Keindahan burung dari segala yang dimilikinya akan memberikan suatu kenikmatan tersendiri. Kebiasaan burung-burung beranekaragam, ada burung yang mempunyai kebiasaan berada mulai dari tajuk sampai kebawah tajuk. Ini menunjukkan bahwa bila hutan kota mempunyai komposisi banyak jenis, berlapis-lapis dan berstrata akan memikat banyak burung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa burung lebih banyak dijumpai baik jenis maupun jumlahnya pada hutan kota yang ditanami dengan tanaman produktif (berbunga, berbuah dan berbiji) pada struktur hutan kota yang berstrata banyak. Kehadiran burung pada hutan kota yang berstara banyak selain karena jumlah tumbuh-tumbuhan yang beranekaragam, juga pohonnya adalah jenis buah-buahan (tanaman produktif). Tanaman produktif dalam hal ini adalah tanaman yang menghasilkan bunga, buah, biji aroma, sehingga memberikan kesempatan lebih besar kepada burung (herbivor) yang menyukainya untuk datang, mencari makan, bercengkrama atau bersarang.
3. Fungsi Estetika.
Membangun hutan kota tidaklah semudah membuat kue serabi. Namun juga tidaklah sulit seperti memproduksi pesawat terbang, bila aparat pemerintah dan segenap komponen bekerja bersama-sama. Kita mulai dengan diri kita untuk menanam pohon di lingkungan sekitar kita. Menjadi catatan bahwa, daya tarik wisata suatu daerah bukan hanya ditentukan oleh indahnya panorama alam, biruhnya laut, atau sejuknya hawa pegunungan, tetapi juga oleh hijau dan asrinya daerah itu.
2. Fungsi Pelestarian Lingkungan (ekologi).
sinarmatahari + 6 CO2 + 6 H2O ----------------> C6H12O6 + 6 O2 khlorofil enzim
b. Menurunkan Suhu Kota dan meningkatkan kelembaban. Suhu disekitar tanaman menjadi lebih sejuk. Uap air di atmosfir bertindak sebagai pengatur panas (suhu udara) karena sifatnya dapat menyerap energi radiasi matahari gelombang pendek maupun gelombang panjang. Hutan kota mempunyai pengaruh besar pada daerah-daerah yang suhunya tinggi, dan sangat bermanfaat khususnya untuk daerah tropis.
c. Sebagai Ruang Hidup Satwa. Tumbuh-tumbuhan selain sebagai produsen pertama dalam ekosistem juga dapat menciptakan ruang hidup (habitat) bagi makhluk hidup lainnya, sebagai burung, kupu-kupu, serangga. Burung sebagai komponen ekosistem mempunyai peranan penting, diantaranya untuk mengontrol populasi serangga, membantu penyerbukan bunga dan pemencaran biji. Hampir pada setiap bentuk kehidupan terkait erat dengan burung, sehingga burung mudah dijumpai. Dengan kondisi tersebut diduga burung dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan, karena apabila terjadi pencemaran lingkungan, burung merupakan komponen alam terdekat yang terkena pencemaran. Burung berperanan dalam rekreasi alam, adanya taman burung selalu dikunjungi orang, untuk menikmati bunyi, kecantikan ataupun kecakapan burung. Malahan sekarang hampir di setiap rumah orang memelihara burung. Burung mempunyai nilai pendidikan dan penelitian. Keindahan burung dari segala yang dimilikinya akan memberikan suatu kenikmatan tersendiri. Kebiasaan burung-burung beranekaragam, ada burung yang mempunyai kebiasaan berada mulai dari tajuk sampai kebawah tajuk. Ini menunjukkan bahwa bila hutan kota mempunyai komposisi banyak jenis, berlapis-lapis dan berstrata akan memikat banyak burung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa burung lebih banyak dijumpai baik jenis maupun jumlahnya pada hutan kota yang ditanami dengan tanaman produktif (berbunga, berbuah dan berbiji) pada struktur hutan kota yang berstrata banyak. Kehadiran burung pada hutan kota yang berstara banyak selain karena jumlah tumbuh-tumbuhan yang beranekaragam, juga pohonnya adalah jenis buah-buahan (tanaman produktif). Tanaman produktif dalam hal ini adalah tanaman yang menghasilkan bunga, buah, biji aroma, sehingga memberikan kesempatan lebih besar kepada burung (herbivor) yang menyukainya untuk datang, mencari makan, bercengkrama atau bersarang.
3. Fungsi Estetika.
Membangun hutan kota tidaklah semudah membuat kue serabi. Namun juga tidaklah sulit seperti memproduksi pesawat terbang, bila aparat pemerintah dan segenap komponen bekerja bersama-sama. Kita mulai dengan diri kita untuk menanam pohon di lingkungan sekitar kita. Menjadi catatan bahwa, daya tarik wisata suatu daerah bukan hanya ditentukan oleh indahnya panorama alam, biruhnya laut, atau sejuknya hawa pegunungan, tetapi juga oleh hijau dan asrinya daerah itu.