Jumat, November 19, 2010

Mengkritisi Jurnal Pendidikan

Jurnal Pendidikan
Judul              :  Guru Sebagai Pekerja Profesional
Pengarang      :  I G. A. K. Wardanti (Universitas Terbuka)
           
            Dalam dunia pendidikan di Indonesia, ukuran mutu pendidikan selalu berubah, sesuai dengan kondisi masyarakat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu aspek yang dianggap sangat berperan dalam menentukan mutu pendidikan adalah guru, karena guru yang secara teratur dan terjadwal berdiri di depan kelas. Saya pribadi sepakat dengan pendapat penulis bahwa salah satu usaha yang harus dilakukan secara terus-menerus untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan meningkatkan kemampuan guru. Melalui tulisannya ini, penulis mencoba mengemukakan gagasannya terkait hal-hal apa saja yang harus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru sebagai pendidik profesional sehingga diharapkan akan memberikan implikasi bagi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
            Setiap orang yang peduli terhadap dunia pendidikan tentu menginginkan agar guru dapat berbuat yang terbaik bagi anak didiknya. Sejalan dengan pemikiran tersebut, saya pribadi sepakat dengan penulis bahwa perlu ditekankan yang layak menjadi guru adalah orang-orang pilihan yang mampu menjadi panutan bagi anak didiknya, yaitu guru profesional.
Sseorang guru yang profesional bukanlah seorang tehnisi atau seorang tukang yang hanya menunggu perintah dari mandorya. Seorang guru yang profesional seyogyanya mampu mengambil keputusan serta membuat rencana yang disesuaikan dengan kondisi siswa, situasi, wawasannya sendiri, nilai, serta komitmennya (Zumwalt, 1989). Dengan perkataan lain, seorang guru yang profesional harus mampu mengambil keputusan situasional dan transaksional (Raka. Joni, 1989). Keputusan situasional diambil oleh guru ketika merencanakan pembelajaran, sedangkan keputusan transaksional diambil guru ketika melaksanakan pembelajaran. Dengan demikian, seorang guru yang profesional tidak akan pernah menganggap bahwa rencana pembelajaran yang disusunnya dapat digunakan seumur hidup. Ia selalu harus mampu membaca situasi (seperti karakteristik siswa, ruang, waktu, sarana/fasilitas, perkembangan dalam dunia pembelajaran) dan kemudian menyesuaikan rencananya dengan situasi yang akan dihadapi. Ia harus mampu memutuskan sumber dan media belajar apa yang akan digunakan, demikian pula strategi pembelajaran serta evaluasi yang akan dia terapkan. Ketika pembelajaran atau transaksi sedang berlangsung, kembali ia harus mampu membaca situasi dan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan. Selanjutnya, setelah pembelajaran berlangsung, guru harus mampu melakukan refleksi/analisis terhadap apa yang telah terjadi di dalam kelas dan apa yang telah dicapai oleh siswa. Akhirnya, guru harus mampu memanfaatkan hasil refleksi/analisis ini untuk memperbaiki perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran berikutnya.
Untuk mewujudkan profil guru yang diinginkan, berbagai usaha perlu dilakukan. Berbagai hasil penelitian (Jiyono, 1992; Nielson, D., dkk, 1996; Nasoetion, 1996; &Wardani, 1996) menunjukkan bahwa kinerja guru masih belum sesuai dengan harapan, baik dalam hal penguasaan materi ajaran maupun dalam pengelolaan pembelajaran. Proses belajar mengajar yang masih banyak didominasi guru, kurangnya kemampuan dan kesadaran guru untuk memfasilitasi dan menumbuhkan dampak pengiring, menyebabkan siswa lebih banyak bergulat dengan bahan hapalan daripada mempertanyakan, memprediksi, atau memecahkan masalah. Citra guru yang masih rendah menyebabkan pekerjaan sebagai guru bukan merupakan pilihan utama, sehingga yang ingin menjadi guru, sebagian besar bukan putra terbaik bangsa. Kondisi ini didukung oleh sangat rendahnya kesejahteraan guru, sehingga guru tidak mampu memfokuskan perhatian pada tugas-tugasnya karena harus mencari pekerjaan sambilan untuk menghidupi keluarga.
Bertitik tolak dari kondisi tersebut, saya pribadi sependapat dengan penulis bahwa  usaha untuk memberdayakan guru haruslah mencakup dua aspek, yaitu aspek yang terkait dengan kemampuan dan aspek yang terkait dengan kesejahteraan guru. Kedua aspek ini harus mendapat penanganan yang proporsional dan memadai.  Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru, seperti adanya Pemantapan Kerja Guru (PKG) yang kemudian menjadi Musyawarah Guru Bidang Studi (MGBS), penataran/pelatihan berkala, serta pemberian kesempatan untuk melanjutkan studi  (misalnya yang terjadi secara besar-besaran untuk meningkatkan kualifikasi guru SD dan guru SUP).
Demikian pula upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru telah dilakukan meskipun secara terbatas, misalnya dengan pemberian tunjangan fugsional guru serta pemberian insentif bagi guru daerah terpencil. Namun, tampaknya usaha tersebut belum menunjukkan hasil yang memadai karena pengamatan lapangan serta hasil-hasil penelitian masih menunjukkan adanya kinerja guru yang di bawah standar dan mutu lulusan SD, SLTP, SLTA yang masih dipertanyakan.

0 komentar:


The Vote